sesak
tags; harsh words, family issues, drunk, physical abuse, abusive parent, violence, mention of cheating, blood
“JUNHAN!”
“WOI!”
“TUTUP PINTU!”
“JUNHAN BUDEG!”
Jisung yang sampai di rumah langsung menidurkan dirinya di sofa ruang tamu.
Seseorang datang dari arah dapur, membawa gelas yang ia isi dengan air putih. Siapa lagi kalau bukan Ayah nya.
“Bagus ya, hampir setengah dua belas baru pulang! Teriak-teriak! Sopan kamu begitu?!”
Bukannya takut, Jisung tertawa. Bangun dan berdiri untuk menghampiri Ayahnya. Badannya sedikit sempoyongan.
“Mabuk juga kamu?! Bagus!”
Jisung mengangguk. “Baru kali ini gue dipuji.” Kekehnya.
“Tapi aku nggak mabuk!”
byur!
Brian atau Ayah nya Jisung, melayangkan gelasnya ke wajah Jisung. Wajahnya basah terkena air.
“Semakin berani ya kamu neriakin Ayah seperti itu?!!”
Jisung yang juga sudah emosi itu pun menepis gelas kaca yang dipegang Ayah nya.
Pecah.
Belingnya berhamburan kemana-mana.
“Apa-apaan kamu!”
“AYAH YANG APA-APAAN!”
Brian tertawa sinis. “Jadi ini hasil didikan Shailla?”
“Nggak usah bawa-bawa Mama!”
“Persis. Kamu persis sama dia yang suka membantah omongan saya!”
“Jisung bantah apa?! Jisung bantah Ayah apa? Jisung tanya! Apa pernah Jisung bantah Ayah?!” Emosinya semakin meluap. Tangis Jisung juga semakin kencang. Dadanya sakit.
“Pulang malam seperti ini ditambah mabuk memangnya bukan membantah saya?!”
Jisung tersenyum sinis. “Ayah nggak tau alasan aku mabuk dan pulang malam! Ini semua karna Ayah!”
“Seenggaknya aku tau kalo Ayah masih sedikit khawatirin aku. Buktinya Ayah neriakin aku, ngomelin aku.” Lanjutnya pelan. Tidak ada Jawaban dari Brian. Ia hanya menatap anaknya yang juga menatapnya dengan napas yang naik-turun.
“Dan lagi, Mama ada bantah omongan Ayah apa? Disaat Mama tau Ayah selingkuh sama Cika, Mama diem aja tuh?” Ujarnya lebih tenang. Namun emosinya masih dipuncak, menatap tajam Ayah nya.
Sebuah tamparan terdengar nyaring di ruang tengah. Brian menampar pipi kiri Jisung.
“Jaga omongan kamu ya! Jangan seenaknya manggil nama Istri saya!”
Jisung memegangi bekas tamparan Ayahnya. berdarah Lidahnya menekan pipi dalamnya.
“Trus apa?! Ayah mau Jisung panggil dia Tante Cika? Mama? Bunda?” Kekehnya.
“Kalo Ayah nggak selingkuh, Mama masih ada. Ayah terlalu fokus nyenengin Tante Cika sampe gak tau kalo Mama ada sakit parah. Bahkan sampe di sisa waktunya Ayah nggak ada. Ayah lebih milih ngehabisin waktu sama Tante Cika daripada ke rumah sakit buat tau kondisi Mama.” Ujarnya penuh penekanan disetiap kalimatnya.
Tangan Brian mengepal, menahan untuk tidak menyakiti anaknya. Walaupun saat ini ia sangat ingin menghantam wajah Jisung.
“Waktu Mama di makamin aja Ayah tetep milih ngasih waktu buat tante gatel itu!”
bugh!
Brian menghantam wajah Jisung dengan kepalan tangannya. Jisung terjatuh, telapak tangannya mengenai pecahan gelas yang berserakan di lantai.
“Mulut kamu seperti tidak diajarkan untuk berbicara sopan ya, Jisung!”
“EMANG!” Teriak Jisung. Sakit di tangannya seakan tidak terasa. Darahnya mulai keluar.
“Gara-gara kamu Cika meninggal! Gara-gara kamu jebak saya di acara lomba gak jelas kamu itu, SAYA KEHILANGAN CIKA!!”
“BAHKAN AYAH NGGAK PERNAH SEMARAH INI WAKTU KEHILANGAN MAMA!!” Teriak Jisung lagi saat melihat Ayah nya pergi untuk memasuki kamarnya dan membanting pintu.
“Tapi Ayah semarah ini kehilangan perempuan yang udah ngerebut Ayah dari Mama.” Lanjutnya dengan lirih.
Jisung bangun. Menatap tangannya yang berdarah. Dada nya sesak, sangat sesak. Air matanya jatuh. Ia menangis.
“Jisung cuma mau Ayah dateng liat Jisung lomba Matematika. Apa Jisung salah? Ayah nggak pernah mau ngeluangin waktu buat Jisung. Dan waktu itu Ayah mau dateng, Jisung seneng banget Yah..” ujarnya ditengah tangisnya.