salting

“Bang, siapa tuh di depan ganteng banget?” Ujar adik nya yang sedang mengaca di depan cermin kamar mereka dan menatap jendela di sampignya.

Jisung yang sudah rapi menggunakan seragam Sekolahnya dan sedang tiduran di kasur pun mengangkat kepalanya untuk mengintip ke arah jendela. Benar, ada Minho di luar sana sedang mengobrol dengan Ayah nya. Keluarga mereka sudah sarapan sejak pagi. Memang sudah rutinitas mereka seperti itu. Selesai makan mereka menunggu sampai jam enam lalu berangkat.

Seketika Jisung langsung bangun dan duduk. “Anjir, beneran di jemput gue?!” Ujar nya sendiri.

Junhan yang mendengar itu pun menunjuk Jisung menggunakan sisir yang sedang ia pegang. “Itu yang kemaren video call, ngajarin lo Sejarah?”

Jisung menatap sinis. “Fisika! Lagian sejarah mana ada hitung-hitungan kayak kemaren?! Dan lagi dia anak IPA. Yang ada gue yang ngajarin dia Sejarah!”

Junhan terkekeh. “Siapa dia? Pacar lo ya? Tapi kayaknya sih bukan. Gebetan? Lo pelet kan dia Bang?!”

“Sembarangan anjing kalo ngomong!”

“Dia Siswa biasa atau ada jabatan?” Kepo Junhan.

“Ketos dia.”

Mata Junhan melotot. “Wih! Fix sih lo pelet dia! Bisa-bisanya Ketos jemput anggota Osis yang gak ada jabatannya kayak lo gini?!” Goda Junhan.

“Lo beneran anjing ya!”

Junhan semakin senang kala Kakak nya sudah emosi. Ia memegang teralis jendela, menempelkan wajahnya di sana. “Kak!”

“Lo ngapain bangsul!!” ujar Jisung kesal sambil mendekat untuk duduk di ujung kasur dan menarik baju Junhan agar menjauh.

Minho yang sedang mengobrol dengan Ayah mereka pun menengok. Menatap Jisung juga yang sedikit terlihat di belakang lelaki yang memanggilnya tadi karena kamar mereka gelap.

“Kak Ketos gimana sih ini! Ada anggotanya udah suka dari lama nggak peka-peka! Pacarin Abang gue dong Kak! Kasian nih jomblo dari lahir!”

“HEH ANJING LO YA SIALAN DASAR BANGSUL!!” Teriak Jisung yang menatap Junhan langsung kabur untuk keluar kamar mereka.

“Bunda! Abang ngomong jelek nih Bun!!”

Mereka sama-sama keluar. Bundanya ternyata juga ada dan bergabung dengan Minho.

“Jisung.” Lerai Bundanya.

“Ah! Liat tuh Bun kasar banget nendangin Adeknya!” Junhan yang menghindari tendangan asal dari Jisung. Ia di halaman garasi rumah. Memeletkan lidahnya ke Jisung.

“Bun! Yah! Jisung mau kamar sendiri pokoknya! sekamar sama tuh anak nyebelin banget!” Rengek Jisung. Tidak peduli Minho yang sudah terkekeh gemas melihatnya bertengkar dengan Adiknya.

“KWAK JISEOK GUE BARENG WOI!” Teriak Junhan yang melihat Jiseok sudah siap berangkat di depan rumahnya.

“Jangan mau di tebengin orang gak tau diri kayak Junhan, Ji!” Teriak Jisung juga, dari depan pintu.

“Apa sih gak jelas, hu!” Sebal Junhan.

“Ayah! Bunda! Kak Ketos! Junhan berangkat dulu ya! Dadah!” Lalu pergi untuk menyebrang ke rumah Jiseok. Mereka satu Sekolah.

“Heh kurangajar! kok gue nggak lo pamitin sih!” Teriak Jisung sebal lalu duduk di tangga kecil yang menghubungkan halaman rumah dengan garasi.

“Ya beginilah nak Minho, keadaan rumah saya. Berisiknya dari dua bocil itu.” Ujar Ayah Jisung.

Minho terkekeh. “Enak dong Om, jadi rame rumah.”

“Enak apaan, migren tiap hari yang ada.” Jawab Ayah nya yang membuat Bunda dan Minho tertawa.

“Aku bisa denger ya, Ayah!” Celetuk Jisung lalu berdiri.

“Udah ayo berangkat!” Menatap Minho.

Minho bangun dari duduknya. Berpamitan kepada Ayah dan Bundanya.

“Jisung berangkat, dadah!”

“Om, Tante. Saya berangkat dulu ya.” Ujarnya sopan.

“Iya, hati-hati ya nak Minho. Jisung kalo bikin ulah di Sekolah, hukum aja yang berat!” Kata Ayah.

Minho terkekeh. “Siap Om!”

“Cepetan!” Teriak Jisung yang sudah di luar pagar.

“Bilang sama Jisung kalo sama pacar sendiri nggak boleh kasar.” Ayah Jisung bergurau.

“Ok Om. Nanti aku sampein ke anaknya. Kalo gitu Minho pamit ya Om, Tante.” Langkahnya mundur sebelum mendengar Bunda Jisung berbicara dan ia balik badan untuk menghampiri Jisung.

“Sering main ke rumah ya, nanti Bunda masakin!”

“Siap Tan!”

Minho mengambilkan helm yang sudah ia bawa dari rumah untuk Jisung. Memasangkan ke kepala lelaki manis di depannya.

“Gue bisa sendiri!” Menahan tangan Minho.

Minho tersenyum, menatap Jisung sambil mengaitkan kaitan helm. Yang di tatap sebegitu dekatnya nyaris membuat lututnya lemas. “Kata Ayah lo, jangan kasar sama pacar sendiri. Harus di sayang, di lembutin, kalo bisa tadi pas keluar rumah tuh digandeng bukannya di tinggal.”

Jisung tidak tau kalau kalimat kedua dan seterusnya adalah bohong. Itu akal-akalan Minho saja.

Jisung menutupi samping wajahnya dengan telapak tangannya sendiri. “Apa sih! Cepetan ah udah! Malu tuh di liatin Ayah sama Bunda yang masih natap ke sini!”

“Aku nggak malu tuh.” Senyumnya lalu menutup kaca helm Jisung dan naik ke motornya.

Ish! Sialan lo Minho!

Menurunkan pedal kaki untuk Jisung agar gampang naiknya.

“Pegangan dong sayang. Masa takut sih pegangan sama pacarnya sendiri.” Kekeh Minho lalu mengerlingkan sebelah matanya.

Jisung memukul kencang lengan Minho. “Pacar-pacar! Lo belum nembak gue!” Lalu naik.

“Mau gue tembak sekarang? Langsung di depan Ayah sama Bunda? Kalo mau ayo turun lagi. Masih ada waktu juga.” Menaik turunkan alisnya.

“Bacot! Cepetan nggak jalanin motor nya!”

“Kenapa pipi dalemnya di gigit?” Mengelus pipi Jisung. Yang di elus semakin kesal, menyingkirkan tangan Minho

“Tau ah!”

“Iya-iya maaf, jangan nangis nanti gue bisa nggak direstuin sama Ayah Bunda lo.”

Kali ini Minho serius menjalankan motornya. Sebelum itu ia mengklakson motornya untuk berpamitan lagi ke Ayah Bunda nya Jisung.

Sialan Minho! Jantung gue!