i will always love you


“Jiho, Hani, sini bantu Papa niup balon!” Ujar Jisung yang membawa plastik berisi balon dan duduk di ruang tengah rumah mereka. Kue dan beberapa makanan sudah ia tata sebagus mungkin di meja depannya saat ini.

Dua anaknya menurut, duduk di samping Jisung. Jiho di kirinya, Hani disisi kanannya.

“Daddy ulang tahun!” Seru Jiho.

“Hani mau juga tiup lilin! Papa mau!” Oceh Hani.

“Iya nanti November kalian tiup lilin ya!”

Keduanya mengangguk. Masing-masing dari mereka mengulurkan tangannya yang memegang balon untuk segera Jisung tiup.

“Papa! Punya Hani dulu!” Teriak Hani saat Jisung mengambil lebih dulu balon yang diberikan Jiho. Dan lelaki itu menjulurkan lidahnya ke arah kembarannya itu.

“Iya sebentar ya? Mulut Papa cuma satu.”

“Hani sebal!”

Anak perempuannya ini sangat mirip dengannya. Kalau ada Minho pasti lelaki itu mencubit pipi Hani dan berkata, “Jisung kecil!!” sambil menggeretakan giginya gemas.

Setelah semuanya selesai Jisung menatap jam dinding, seharusnya Minho sudah sampai rumah. Memeluk si kembar yang bersandar pada dirinya.

“Jiho ngantuk?” Tanya Jisung.

Anak itu menggeleng. “Jiho belum mau tidur.”

“Hani juga!”

“Hani mau tunggu Daddy!”

Jisung tersenyum. “Iya lah jam segini kalian belum ngantuk. Orang baru bangun jam sepuluh tadi.” Kekehnya.


“Papa! Itu Daddy!”

“Pura-pura tidur yuk?” Ajak Jisung setelah menyalakan lilin dan mematikan lampu tengah.

Dua krucil itu menurut, menyenbunyikan wajahnya sambil memeluk Jisung. Jisung juga sama, memeluk kedua anaknya dan pura-pura tertidur.

Pintu rumah terbuka. Minho yang tadinya lesu dan lelah, menjadi tersenyum melihat tiga orang yang ia sayang tertidur di ruang tamu. Minho mendekat, menatap dekorasi dan beberapa makanan yang tersedia di meja.

“Kenapa maksa—”

Omongannya terpotong kala mendenger dua anaknya itu berteriak kesenangan.

“Yeiy!”

“Daddy tiup lilin!”

“Papa gak usah pura-pura tidur lagi!!” Hani menggoyangkan lengan Jisung.

Jisung membuka matanya, Minho tersenyum kepadanya.

“Nggak bisa diajak kerjasama banget anak-anak kamu Mas!”

Minho terkekeh. Merentangkan kedua tangannya. Jisung memeluk Suaminya. “Happy Birthday, Mas!”

Minho mengeratkan pelukannya. Mencium wangi kepala Jisung. “Hmm, makasih ya sayang.”

Jisung mengambil kue ulang tahun Minho yang tadi sore sempat ia buat sendiri. Membawa kue itu kedepan suaminya.

Minho memejamkan matanya, meramalkan doanya. Lalu setelah itu meniup lilinnya.

“Yeiy!” Seru si kembar.

Minho mengambil alih kue yang Jisung bawa, tangan kiri nya merengkuh pinggang kecil Jisung. Mengecup singkat bibir lelaki manis di depannya itu.

“Mas! diliat anak kamu tuh!”

Minho terkekeh. “Nggak papa dong?”

Menaruh kuenya diatas meja lagi. “Jiho, Hani, di makan kue nya.”

“Boleh?”

“Sudah boleh di makan?”

Minho mengangguk. Lalu kembali lagi untuk mengunci pinggang Jisung dengan kedua tangannya. Menatap Jisung yang juga sedang menatap dirinya.

“Makasih ya.”

Jisung mengangguk. “Selamat bertambah tua ya Mas!”

Minho terkekeh, mengecup bibir Jisung lagi.

“Bahagia selalu! Makasih udah mau berjuang sama-sama! Makasih udah sayang sama aku, makasih udah jadi Daddy nya anak-anak, makasih udah terus tersenyum dan gak lelah bikin aku juga ikut tersenyum, makasih—”

Minho mencium bibir Jisung, melumatnya pelan, menyalurkan rasa sayang dan rasa bersyukurnya karna Jisung sudah mau menemaninya selama ini.

Jisung mendorong pelan dada Minho. “Ada anak-anak!”

Minho tersenyum, “Mereka lagi asik makan kue Yang.”

“Ayo lanjut!” Mencium pipi bulat Jisung.

“Ayo lanjut.” Cibir Jisung sebal.

“Iya sayang. Kebahagiaan aku kan kamu. Jiho, hani juga. Kalian sumber kebahagiaan aku. Kalian sumber aku semangat buat nyari uang dan ngebahagiain kalian. Makasih juag udah mau nemenin aku disaat aku punya atau enggak punya nya uang. Makasih ya Ji.”

Jisung mengangguk, tersenyum dan memeluk Minho.

“I love you.”

“I love you too.”

“I will always love you, Mas.”

“I will always stay here with you, love.”