full day
cw // harsh words , broke up , mention of cheating , angst with happy ending
Lelaki manis bernama Jisung duduk di bangku taman. Menunggu seseorang yang sudah lama tidak bertemu. Mengayunkan kedua kakinya ke depan dan ke belakang untuk menepis rasa bosan menunggu.
Pagi-pagi sekali ia melakukan hal bodoh karena mengajak dia untuk bertemu hari ini juga. Dengan memakai kaus putih polos dan celana jeans kesayangannya itu, tak lupa topi coklatnya.
Sesekali ia melihat jam yang ada ditangan nya. Sebenarnya bukan dia yang tak kunjung datang, tetapi dirinya lah yang terlalu cepat. Keadaan taman pagi ini terbilang cukup sepi, hanya ada beberapa orang yang lalu lalang atau sekedar duduk-duduk seperti dirinya yang menunggu seseorang.
Menengok ke kanan, seseorang yang ia tunggu dari tadi pun akhirnya datang. Memakai celana jeans hitam, kaus hitam bergambar serta jaket jeans berseret hitam dan putih dibagian pergelangan tangan dan kerah jaket. Oh, dia juga memakai topi yang ia sengaja pakai terbalik.
“Udah lama?” Ia tersenyum. Duduk di samping dirinya.
“Ji?” Melayangkan tangannya didepan wajah Jisung. Lalu tersenyum lagi, duduknya ia rubah jadi menghadap ke lelaki manisnya. “Aku tau aku ganteng, tolong biasa aja ngeliatin aku nya dong.” Kekehnya.
Jisung tersadar, ia mendengus mendengar sosok di depannya ini sangat narsis. “Lama.” Ujar Jisung pelan.
“Maaf.” Mengusap sekilas pipi Jisung.
“Udah sarapan?” Tanyanya. Jisung menggeleng.
“Kenapa belum? Buru-buru mau ketemu aku ya? Soalnya udah lam…” ucapannya terhenti ketika merasakan aura tidak enak dari tatapan Jisung.
Okey, kayaknya mau ngomongin hal penting ya? Serius banget auranya?” Lanjutnya lagi ketika paham situasi saat yang ada di depannya ini.
Jisung memutuskan kontaknya. Menatap kakinya yang mulai ia gerakkan ke depan dan ke belakang. Ia takut, jantungnya berdegup sangat cepat. Tetapi apa yang mau ia sampaikan saat ini sudah ia pikir matang-matang. Namun kenapa ia sedikit goyah saat bertemu dengan pacarnya yang 3 bulan belakangan ini tidak bertemu?
“Hm, Minho…” menggantungkan kalimatnya. Minho namanya. Pacarnya yang sudah jalan dua tahun menemani hari-hari Jisung.
Minho menatap Jisung yang tidak mau menatapnya. Melihat Lelaki itu yang sudah ingin melanjutkan kalimatnya, ia segera menyela. “Ji, aku lulus.” Senyumnya semakin mengembang kala melihat Jisung yang membalas menatapnya. Jisung mengangguk. ”I know.”
Sakit ketika ia melihat wajah Jisung yang tidak menampilkan senyumnya, namun Minho tetap tersenyum.
Jangan senyum, aku makin sakit liat senyum kamu. batin Jisung.
“Kemarin udah aku terima paket satu dus susu kotak rasa coklat sama satu kantung permen lolipopnya.”
Similir angin pagi hari menerpa wajahnya, menyandarkan badannya ke bangku taman. “Iya, itu hadiah karna kamu udah selesai sidang.”
Ji? Kenapa jadi Jisung yang waktu pertama kali kita ketemu untuk sekedar menukar kopi yang salah? batin Minho ketika melihat Jisung yang sangat dingin dan agak cuek itu.
“Sama biar kamu gak terus-terusan ngerokok.”
Senyum Minho lagi dan lagi mengembang. Jisung masih sangat peduli tentang dirinya.
“Maaf nggak bisa dateng. Sama aku mau…”
Bahkan menatap mata Minho pun, Jisung tidak sanggup. Rasa sesak didadanya semakin terasa. Jari-jarinya bergerak gelisah, ia gugup dan takut. Menggigit pipi bagian dalamnya dan meyakinkan kalau dirinya bisa melanjutkan kalimatnya.
“Putus.” Ujarnya pelan.
hening,
“Gak papa.” Jawab Minho. Jisung menengok kesamping, menatap Minho dengan kaget. apa-apaan responnya barusan?
“Gak papa?” Ulang Jisung.
“Iya, gak papa kalo kamu gak bisa dateng. Aku maklumin, pasti kamu juga ada urusan mendadak kan?”
Speechless, bagaimana tidak? Karena urusan mendadak Jisung adalah. “Mendadak? Kamu bahkan tau aku jalan sama Bima!”
Minho menghela napasnya. Berusaha agar tidak ikut emosi seperti Jisung. “Kamu udah izin, jadi gak masalah buat aku.” Jawabnya.
“Izin dari mana aku tanya? Itu aku ngasih tau ke kamu kalau aku lagi jalan sama Bima aja pake suara judes. Dan lagi, itu karna kamu telfon aku jadi nya aku mau gak mau bilang.”
“Gak masalah Ji. Bagiku itu udah izin kok.” Jawabnya sesabar mungkin.
Emosinya semakin memuncak kala mendengar Minho yang masih bilang tidak apa-apa kalau dirinya jalan sama cowok lain. Membuka topinya dengan kasar, menyisir rambutnya kebelakang dan beralih menatap Minho dengan marah.
“Gak masalah-gak masalah. Kamu tuh sesekali marah dong. Bilang kalau kamu keberatan. Luapin semuanya ke aku. DAN JANGAN BILANG GAK PAPA DAN GAK MASALAH TERUS. HATI KAMU GAK SAKIT APA?! Tiga bulan…”
Air matanya keluar, menatap Minho yang masih saja diam mendengarkan.
Tiga bulan kita gak kontakan! Tiga bulan kita gak saling ngasih kabar Minho! Tiga bulan kamu tau aku dekat dan sering jalan sama Bima! Kamu tau semuanya! TAPI KENAPA KAMU DIAM AJA?!”
Tangan Minho mengusap air mata di pipi Jisung dengan pelan. Lagi-lagi tersenyum, gila
“Ya. Iya aku tau kamu jalan bahkan dekat sama Bima. Aku tau semuanya Jisung. Tapi demi Tuhan aku gak masalah. Aku tau kamu butuh teman disaat aku lagi sibuk-sibuk nya skripsi sama sidang. Aku maklumin Ji. Tapi nggak dengan kamu minta putus.”
Pecah. Tangis Jisung semakin pecah. Kenapa Minho sebaik ini dan terlalu memaklumi kelakuannya yang mampu menyakiti hati Lelaki itu?
“Stop nangis, aku sakit lihatnya Ji.”
“Kamu juga stop bilang gak papa!” Jawabnya sambil sesegukan.
“Dari sebelum tiga bulan kita gak saling ngasih kabar bahkan chat pun sama sekali enggak, aku udah merasa bersalah karna aku gak ada waktu buat kamu. Lagi-lagi karna skripsi. Pikiran aku cuma satu, harus cepet nyelesaiin tugasku dan cepet balik ngasih waktu ku lagi buat kamu. Tiga bulan itu aku ngejar nyelesaiin skripsi ku yang udah hampir selesai itu Ji. Jadi maaf kalau gak pernah ngabarin kamu lewat chat maupun telfon.”
“Aku tetep mau putus. Tiga bulan aku udah terlalu nyakitin kamu, Minho. Seharusnya aku sabar nunggu kamu, dan padahal juga aku tau kamu sibuk skripsi. Tapi aku malah asik sama cowok lain. Kamu jangan diem aja! Kamu harus marah sama aku!”
Netranya menatap lurus pada bola mata Jisung. Mencari kebenaran disana. Ragu, Minho hanya melihat keraguan di sana.
“Marah atau cemburu itu wajar, Jisung. aku juga manusia biasa. Tapi aku tepis rasa marah sama cemburu aku ke kamu. Aku gak mau kalau aku sampai cemburu bahkan marah ke kamu, yang ada aku nyakitin kamu juga.”
“Lebih baik kamu juga sakitin aku biar impas.” Sepertinya mood Jisung sudah sangat buruk. Nada ketusnya semakin terdengar jelas.
Minho menghela napasnya, ia mengalah. “Yaudah, masih mau putus?”
Jisung mengangguk. “Aku boleh minta satu permintaan?”
“Apa?” Jawab Jisung.
“Hari ini kita jalan. Full seharian. Karna aku kangen kita. Selama tiga bulan kan baru ini kita ketemuan lagi, pas ketemu malah aku diputusin.” Kekeh Minho.
Jangan kayak gini, Minho. Gue semakin ngerasa bersalah dan semakin ngerasa jadi orang yang paling jahat Ho. dialog Jisung di dalam hati.
“Yaudah ayo, mau kemana?”
“Ketusnya di hilangin dulu dong. Bersikap kayak biasanya waktu masih pacaran sama aku.” Minta Minho.
“Iya-iya ah.”
“Sarapan dulu yuk? Beli nasi uduk pinggir jalan yang biasa kita makan kalau mau ngampus?”
Sakit, hati Jisung seakan dijatuhi ribuan batu bata. Bagaimana bisa Minho bersikap biasa saja setelah putus?
“Udah ah jangan nangis. Kamu yang mutusin kamu yang nangis.” Kekeh Minho. Tangannya merogoh sapu tangan yang ia bawa di saku belakangnya. Jisung tidak menghindar saat tangan Minho mengusap air matanya.
“Ayo!” Ajak Minho. Jemari Jisung menarik pelan jaket Minho. Lelaki itu menoleh, alisnya terangkat sebelah seperti bertanya ada apa kepada Jisung.
“Mau nasi kuning aja, lagi pengen ayam kremes nya.” Ujarnya pelan yang membuat Minho terpekik gemas. “Iya ayo. Sekalian kita main ke taman.” Lalu berjalan duluan.
Jisung menyerit. Taman? Emang ada ya? Apa taman bermain yang kita sering ke sana? Itu maksud Minho? pikir Jisung.
Lelaki yang lebih muda pun bangun dan berlari kecil untuk menghampiri Minho sambil mengsejajarkan langkahnya. Minho menengok kesampingnya, senyumnya mengembang saat melihat lelaki di sampingnya juga tersenyum menunduk. Mengulurkan tangan kirinya, lalu berkata.
“Gandeng?”
Jisung reflek menatap Minho lalu beralih ke uluran tangan lelaki itu. Dengan malu ia menggenggam juga tangan Minho. Mengalihkan pandangannya kesembarang arah, enggan untuk menatap Minho.
Kenapa detak jantungnya sangat cepat? Padahal hanya bergandengan tangan? Atau mungkin efek tiga bulan tidak melakukan kontak fisik dengan Minho? Entahlah, yang Minho rasakan saat ini rasanya sangat campur aduk. Senang, sedih, bahagia, rindu.
Kepalanya reflek menunduk kala merasakan tangan kanan Minho yang mengacak rambutnya. Ia bisa mendengar lelaki itu tertawa pelan. Jisung tersenyum kecil.
“Gandeng mantan.” Ucap Jisung pelan dan tiba-tiba. Mereka terkekeh pelan.
Minho mengayunkan tangan mereka. “Beneran mau putus?”
Jisung diam.
“Jawabnya nanti aja kalau udah aku anterin pulang. Ok?” Badannya menunduk kedepan agar bisa melihat wajah Jisung.
“Hm?”
Matanya bertemu dengan mata Minho. Kepalanya mengangguk. Keduanya berjalan santai menuju mobil Minho, dengan Minho yang selalu memberikan afeksi yang membuat perut Jisung penuh dengan kupu-kupu
Kalau ini mau kamu, aku turutin Minho.
Kalau nantinya jawaban kamu tetep sama, gak papa Ji.
Mencari keberadaan gerobak khas bapak penjual nasi kuning di pinggir jalan. Biasanya pagi-pagi begini lapak si bapak sangat ramai. Bagaimana tidak ramai? Nasi kuning dan ayam kremes khas buatannya sangat enak. Favorite nya Jisung. Minho tidak akan bosan jika ia mengajak sarapan Jisung, lelaki manis itu selalu menjawab Nasi kuning ayam kremes. Kalau tidak itu, ya tidak jauh dari nasi uduk dekat kampus.
“Rame banget.” Celetuk Jisung pelan. Minho yang baru saja mematikan mobil pun mengalihkan pandangannya kedepan. Benar, ramai. “Gak papa, gak terlalu rame kok. Yuk turun.” Setelah melepas seat belt nya, ia beralih untuk keluar. Jisung mengikuti Minho di belakang.
“Eh Mas Minho! Lama gak mampir Mas.” Sapa bapak penjual dengan logat khas nya, ketika melihat Minho yang sudah ada di sampingnya.
Minho tersenyum ramah. “Iya pak baru sempet mampir nih habis nyelesaiin tugas akhir.”
Lelaki manis yang sedari tadi berdiri di belakang Minho pun menarik ujung jaket lelaki itu, membuat Minho menengok ke belakang. “Penuh, duduk di mana?” Ujar si manis.
Minho mengedarkan pandangannya. Matanya menangkap pasangan— sepertinya?— yang duduk berhadapan dan ada dua kursi di sampingnya yang kosong. Datang menghampiri mereka.
“Mas maaf….” Baru saja Minho bersuara namun orang di depannya sudah memotong nya duluan. “Oh Mas nya mau duduk di sini ya? Boleh kok sini duduk aja bareng kita. Lagian kita udah mau selesai kok.” Kata perempuan di depannya. Minho tersenyum ramah dan mengucapkan terima kasih.
“Tuh, sana duduk.” Setelah menghampiri lagi Jisung dan menyuruhnya untuk duduk menunggu.
“Mas Minho duduk aja. Pesen kayak biasanya kan Mas? Tunggu ya masih ada lima piring lagi.” Ujarnya sambil fokus menyiapkan pesanan.
“Mas pacar sering lho Mas ke sini sendirian.” Celetuk Bapak penjual tiba-tiba.
“Gimana pak?”
“Iya itu, Mas pacar yang duduk, sering ke sini sendirian. Kalau saya tanya Mas nya kemana dan kenapa ke sini sendirian, dia jawab lagi kangen sama Mas nya. Lucu ya, padahal saya kan nanya Mas kemana. Dia malah jawab kangen.” Kekehnya membuat Minho ikut terkekeh.
Kalau Jisung dengar pasti ia menggerutu Ah si Bapak mulutnya ember banget!
“Pacar saya emang lucu Pak. Oh sekarang udah bukan pacar saya, sayangnya.”
“Lho? Kok pegatan?” kaget si bapak.
pegat / pegatan = cerai / berpisah.
Minho tidak tau harus menjawab aja, ia hanya terkekeh. “Gak papa Mas, paling habis makan ayam kremes minta balikan lagi. Semangat yo Mas.”
Minho mengaminkan di dalam hatinya.
Lalu di sana, Jisung yang duduk menunggu Minho sambil memainkan ponselnya. Beberapa kali menyibakkan rambut nya karena ia menunduk.
“Mas.” Panggil perempuan yang berada di sampingnya. Jisung mengalihkan tatapannya dari ponsel dan menjawab. “Iya?”
“Gak papa sih, saya cuma mau bilang kalo Mas nya lucu banget sama pacar nya. Saya liatin dari turun mobil tadi, gemes aja gitu saya liat kalian.” Kekeh perempuan itu.
Jisung tersenyum canggung. Tidak tau mau merespon apa. Pacar? Padahal baru saja mereka putus.
“Makasih, tapi bukan pacar Mbak.”
Heboh, “Tuh kan bener kata aku! Mereka lagi pdkt an, soalnya gemes kayak dulu pas jamannya kita lagi pendekatan juga.” Bukannya menjawab Jisung, perempuan itu berbicara kepada pacarnya yang duduk di depannya.
“Bukan pendekatan juga Mbak.” Kekeh Jisung. Lagian, kenapa juga dirinya meladeni perempuan di sampingnya ini?
“Wah, terus apa dong? Pacar bukan, lagi pdkt juga enggak, gebetan? Atau calon pacar? Eh tapi itu masuk ke pdkt juga ya?”
Sekali lagi, Jisung tidak tau mau merespon apa. Ia hanya tersenyum kecil dan berharap Minho cepat kembali atau pasangan ini segera pergi.
“Hus, gak boleh kepo kamu. Udah yuk pulang.” Celetuk pacar perempuan itu.
Mereka berdiri, berbarengan dengan Minho yang kembali dengan dua piring di tangannya. “Mantanan Mas kita.” Celetuk Minho karena ia tadi samar-samar mendengar percakapan mereka bertiga.
“Wah seriusan kalian?” Kata perempuan itu yang sudah berdiri.
Menaruh piring satunya di depan Jisung dan satu lagi untuknya lalu duduk dan menatap pasangan di depannya. “Iya. Saya baru aja di putusin.” Kekeh Minho yang membuat desisan sinis dari Jisung.
“Gak papa Mas. Kali aja balikan lagi kayak saya. Saya baru aja balikan nih.”
Lagi-lagi Minho terkekeh. Beda dengan Jisung yang berusaha menghiraukan apa yang terjadi.
“Doain aja ya.”
Perempuan itu mengepalkan tangannya ke atas, “Semangat!” Ujar nya pelan dan langsung pergi menjauh dengan sang pacar.
“Apaan sih.” Celetuk Jisung melihat Minho yang terus tersenyum tidak jelas.
“Gak papa. Kenapa emangnya?”
“Kamu aneh senyum mulu.”
“Aku lagi seneng.”
“Diputusin kok seneng.”
“Kapan emang kamu mutusin aku?”
“Gak tau ah.”
Minho terkekeh. Tangannya ia ulurkan untuk mencuili daging ayam milik Jisung. Lelaki manis itu terdiam melihat perlakuan tiba-tiba dari Minho.
“Aku bisa sendiri.”
“Tapi aku mau.”
Jawaban Minho membuat Jisung tersenyum kecil. Tidak lama senyumnya pudar saat Minho menatapnya. Mengembalikan ekspresinya seperti semula.
“Makan yang banyak. Boleh nambah nanti.” Menyodorkan kembali piring milik Jisung. Lelaki itu memilih untuk tidak menjawab.
“Mama apa kabar?”
“Udah lebih baik. Mama nanyain kamu terus tuh. Emang anak kesayangannya kan kamu, Mama mana pernah nanyain aku.” Jisung sebal. Mama nya lebih sayang sama Minho. Kalau lelaki itu main ke rumah sakit, udah deh keberadaan Jisung menjadi tidak terlihat. Mau nya apa-apa sama Minho.
Tersenyum. “Kangen Mama juga. Besok aku jenguk deh.”
“Gak usah.”
“Lho? Kan Mama kangen aku. Masa gak boleh jenguk?”
Jisung diam.
Minho tersenyum, seakan tau apa yang ada di dalam pikiran lelaki manis di depannya ini. “Tenang aja, aku gak minta buat kamu nemenin aku kok.”
bukan gitu, Minho.
“Kamu minta ditemenin juga gak papa.” Kata Jisung pelan. Minho tersenyum, tangannya mengelap pinggir bibir Jisung.
“Kebiasaan kayak anak kecil.”
“Ayo cepetan!”
Seperti anak kecil yang sudah tidak sabar untuk segera bermain. Jisung menarik tangan Minho dan sedikit berlari setelah dengan susah payah Minho memberikan tiket masuk mereka.
Minho menatap Jisung dari belakang sambil membatin. akting kamu hebat banget, aku sampe lupa kalo kamu lagi akting.
Jisung benar-benar mengabulkan keinginannya untuk mereka bersikap seperti biasanya, waktu mereka masih bersama.
“bombom car! Ayo kesana!” Seru Jisung.
“Pelan-pelan Ji.”
Jisung terkekeh manis. “Rame juga ya. Aku kira sepi.” Ujarnya yang mulai mengantre.
“Waktu pertama kali ke sini kamu ngomelin aku.” Kekeh Minho.
“Gak usah dibahas ih.”
“Dulu bilangnya gak mau naik bombom car karna kayak anak kecil. Tapi setelah kita pacaran kamu sering ngerengek main ke sini.”
“Gak denger.” Jisung menutup kedua telinganya.
Lama menunggu akhirnya giliran mereka. Guratan bahagia pada wajah Jisung membuat Minho tersenyum.
Teriknya matahari membuat mereka lelah. Menaiki semua wahana sambil sesekali flashback waktu mereka masih bersama, membuat Jisung sedikit melupakan tentang aktingnya untuk berpura-pura seperti biasa.
“Liat deh, mereka berantem.” Bisik Jisung.
Minho melihat dua anak kecil lucu yang meributkan untuk naik wahana. Lalu mencondongkan badan ke samping. “Kayak kamu.”
Yang dituduh pun menatap dengan sinis. Mengambil paksa botol minuman yang di pegang Minho. “Enak aja!” Jawabnya sambil membuka tutup botol dan menenggaknya.
“Gimana? Seruan jalan sama aku apa sama Bima?” Goda Minho.
“Kamu.” Jawabnya pelan.
“Apa? Aku gak denger. Coba diulang?”
Jisung lebih mendekat ke arah Minho. “Rencana kamu abis ini mau apa?” Lalu menjauh. Menatap wajah Minho yang menurutnya lucu. Lalu terkekeh.
“Muka lo tegang banget Kak.”
Kak.
kelemahan Minho.
Kedua tangan Minho meraih pipi Jisung. Mendempetkan keduanya membuat bibir lelaki manis itu menjadi monyong.
“Aku udah lama gak unyel pipi kamu.” Kekeh Minho.
“Rencana aku?” Jisung mengangguk karna pipinya masih di tahan.
“Kerja mungkin? Sambil nunggu, aku juga punya kesibukan lainnya.”
“Apa?” Tanya Jisung tak sabar. Sambil melepas paksa tangan Minho dari pipinya.
“Nyenengin kamu.” Diusak nya kepala Jisung.
“Serius dikit dong?!” Kesal Jisung.
“Serius.”
“Yaudah ayo balikan.” Ucap Jisung pelan.
“Aku mau beli es krim ah.” Minho berdiri mengalihkan topik Jisung. Sebenarnya batin Minho sudah berteriak senang. Namun ia ingin menggoda pacar nya ini. oh sudah pacar lagi ya sekarang
“Minho ih!” Teriak Jisung, menatap punggung Minho yang mulai menjauh. Ia berdiri dan mengejar Minho.
“Minho ayo balikan!”
Minho berbalik, menatap Jisung. “Kamu mau rasa apa?” Lalu berbalik ke depan lagi.
Jisung menatap sebal punggung Minho. Berjalan cepat dan sedikit melompat ke punggung Minho. “Astaga Jisung! Bilang dong kalo mau di gendong!” Sambil membenarkan posisi Jisung pada punggungnya.
Jisung terkekeh. Ia kalungkan kedua tangannya, yang satu menunjuk ke depan. “Let’s go es krim!!” Seru Jisung.
Hari itu, mereka habiskan untuk bermain. Mengganti hari kemarin saat mereka sibuk tidak bertemu. Jisung sadar kalau mereka kurang komunikasi, seharusnya Jisung lebih peka dan lebih peduli dengan Minho.
untung Minho baik, untung Minho tidak mau putus.
untung Minho mau memaafkannya.
Minho, aku sayang banget sama kamu.